Senin, 21 Desember 2015

JIKA POLISI KEHILANGAN JATI DIRI?





Keberadaan Polri tentu tidak lepas dari visi Polri itu sendiri, sebagaimana yang tertuang dalam visinya bahwa Polri sebagai institusi yang mampu menjadi pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat yang selalu dekat dan bersama-sama masyarakat, serta sebagai penegak hukum yang profesional dan proposional yang selalu menjunjung tinggi supremasi hukum dan hak azasi manusia. Serta hal yang paling urgen adalah Polri sebagai pemelihara keamanan dan ketertiban dan dapat mewujudkan keamanan dalam negeri bagi kehidupan nasional yang demokratis dan masyarakat yang sejahtera. 
Kurang lebih demikian yang tertuang dalam visi Polri. Sekarang pertanyaannya adalah apakah Polri dapat menagaplikasikan visi tersebut dengan baik, Apakah Polri betul-betul menjadi pengayom dan dekat dengan masyarakat atau sebaliknya menjadi momok yang menakutkan? Lalu bagaimana Polri dalam menjaga penegakan hukum atau supremasi hukum? Serta yang paling urgen apakah sejauh ini Polri betul-betul memberikan kemanan bagi Bangsa ini?

Sosok Polisi Masa Kini

 Zaman dulu orang ketika ditanya semenjak kecil, apa cita-citanya, mereka menjawab dengan gegap gempita dan begitu gagahnya, saya ingin menjadi polisi. Luar biasa bukan, betapa pada zaman dulu polisi merupakan sosok yang gagah, berani berjuang, ikhlas bhakti bina bangsa, hingga ia dijadikan sosok idaman masyarakat. Perspektif masyarakat terhadap polisi begitu apresiasi.
Lalu terjadi pergeseran citra, dewasa ini justru berbalik arah seratus delapan puluh derajat, ketika anak kecil ditanya cita-citanya, mereka justru antipati terhadap polisi mereka lebih memilih dokter dan guru. Bahkan masyarakat sekarang berasumsi negatif  terhadapa polisi. Mereka (orang tua) banyak yang berpesan kepada para kaum muda untuk tak jadi polisi karena persepsi mereka polisi tukang ngibulin, tukang meras. Disamping itu pula, di mata masyarkat muncul persepsi, kalau urusan dengan polisi tak ada lain solusinya yakni dengan fulus biar urusan mulus.
Asumsi tersebut diperkuat ketika saya pernah melihat kecelakaan lalu lintas antar dua pengendara sepeda motor, lalu ada beberapa orang yang menolongnya, dan disuruh sembunyi, motornyapun tak luput disembunyikan. Saya tak habis pikir melihatnya, lalu saya bertanya kepada salah seorang yang menolongnya, kenapa kok disembunyikan pak?, takut ada polisi, katanya. Saya bertanya lagi memang kenapa dengan polisi?, kalau kecelakaan berurusan dengan polisi urusannya jadi tambah ribet mas! tandasnya.
Realitas di atas menunjukkan citra Polri sudah bergeser dari asumsi positif terhadap asumsi negatif, tentu ini merupakan realitas yang tak dapat dipungkiri menajadi pukulan telat terhadap institusi Polri yang semula menjadi tumpuan masyarakat kini sudah berbalik arah. Orang sudah tidak mau berurusan dengan polisi.

Supremasi Hukum

Pisau tajam ke bawah tapi tumpul di atas. Kira-kira itulah yang sedang melanda penegakan hukum di negeri ini termasuk di lembaga kepolisian. Lihat saja kasus Mbok Minah yang mencuri buah kakaku, kemudian kasus pencurian sandal jepit oleh anak di bawah umur, termasuk pula, kasus tewasnya dua orang tahanan anak-anak di Kabupaten Sijunjung menciptakan masalah baru. Polisi menyimpulkan bahwa dua orang kakak beradik tersebut tewas karena bunuh diri, namun masyarakat termasuk pihak keluarga tak terima bahkan mereka menduga bahwa tewasnya dua tahanan tersebut disebabkan penganiayaan selama pemeriksaan oleh polisi. Termasuk terakhir yang menggencarkan publik,  kasus salah tangkap yang menimpa Ruben Pata Sambo dan anknya Markus Pata Sambo keduanya diduga menjadi korban salah tangkap di Polres tana Toraja. Dugaan tersebut muncul karena dalam pengembangan kasus setelah beberapa saat mereka divonis mati, Polres Tanah Toraja menangkap pelaku lain dalam kasus yang sama yakni Agustinus yang juga dijatuhi hukuman mati.
Supremasi hukum betul betul masih jauh dari harapan. Apalagi ditambah anggota kepolisian sendiri yang melawan hukum, sebut saja misalnya kasus korupsi, kasus pemerasan, kasus penganiayaan, serta konflik antara pori dengan TNI. Kesemuanya itu kerap kali menghiasi realitas masyarakat. Sehingga masyarakat sudah tak acuh dengan kredibilitas seorang Polisi.
Beberapa kasus tersebut di atas, sangat memberikan efek negatif bagi persepsi masyarakat, maka muncullah penilaian miring terhadap polisi. Sebab dalam penanganan sebuah masalah dalam masyarakat terkesan polisi bukan pada posisi sebagai problem solver tetapi sebaliknya sebagai prolem maker. Dengan kata lain jika terdapat persoalan di masyarakat polisi sering membuat masalah dalam masalah, masalah yang sedarinya merupakan masalah kecil tetapi jika disentuh polisi, dalam perspektif masyarakat masalah tersebut akan cenderung menjadi masalah besar.

Keamanan dan Kecemasan

Negara dianggap maju jika dapat menjamin rasa aman dan nyaman untuk kesejahteraan rakyatnya. Disamping TNI, Polri merupakan bagian dari penegak keamanan tersebut. Pertanyaannya apakah sejauh ini Negara Nusantara ini masyarakatnya mendapatkan keamanan dan kenyamanan yang maksimal untuk mencapai sebuah kesejahteraan?. Jawabnnya masih belum, sebab masih banyak tindakan-tindakan kriminal di negeri ini. Perampokan, penganiayaan, pelecehan, pemerkosaan, bahkan teror selalu menghiasi dalam mobilitas masyarakat. Akhir-akhir ini yang selalu mencuat aksi perampokan di siang bolong baik di toka-toko, Bank, Pasar, di Jalan, yang semua itu merupakan tempat umum. Rasionalitasnya jika mereka (perampok) berani melakukan aksinya ditempat keramaian di siang bolong, apalagi ditempat yang sepi di malam kelam. Silahkan direka-reka saja jawabannya.
Jadi menurut hemat saya, dari segi keamanan Negara ini hampir berada dalam zona merah, mengapa demikian?. Sebab sekarang orang melakukan tindak kriminal tidak perlu sembunyi lagi, ditempat yang sepi, di malam hari. Bahkan mereka (pelaku) dengan membusungkan dada, gagah berani, melakukannya ditengah keramaian umum. Sadis bukan, jika di tempat umum mereka sudah sebegitu beraninya mau ke mana lagi masyarakat untuk mendapatkan keamanan. Apakah perlu mengubur diri untuk bersembunyi?.
Realitas di atas tentu menjadi PR terhadap institusi kepolisisan sebagai pengayom dan pelindung masyarakat. Harapannya Polri bisa membenah diri, menjawab segala persoalan yang sekian hari kian akut. Polisi bukan lagi merupakan momok yang menakutkan lagi tetapi menjadi sosok pelindung, pembawa kabar gembira dan kembali menjadi tumpuan masyarkat serta dapat menjadi modeling behavior  yang baik bukan memberikan contoh yang baik dalam melawan hukum. Disamping itu pula, Polri diharapkan dapat menjaga kemanan dan kenyamanan masyarakat untuk mencapai kesejahteraan yang sempurna sehingga setiap ada masalah, polisi sebagai problem solver bukan sebagai problem maker.

Penulis adalah Peneliti di Center for Law and Public Policy Studies






reff : http://dialektikanusantara.blogspot.com/2013/11/jika-polisi-kehilangan-jati-diri.html


Video yang berkaitan dengan JIKA POLISI KEHILANGAN JATI DIRI?


0 comments:

Posting Komentar