Senin, 14 Desember 2015

Resepsi Rahmah & Khairul Azmi

Jom LIKE Fikrah Photography

Jom LIKE Fikrah Photography

Jom LIKE Fikrah Photography

Jom LIKE Fikrah Photography

Jom LIKE Fikrah Photography

Jom LIKE Fikrah Photography

Jom LIKE Fikrah Photography

Jom LIKE Fikrah Photography

Jom LIKE Fikrah Photography





reff : http://fikrahphotography.blogspot.com/2014/12/resepsi-rahmah-khairul-azmi.html

FENOMENA PENDIDIKAN DI INDONESIA

FENOMENA PENDIDIKAN DI INDONESIA

A.    PENDAHULUAN

Seperti yang telah menjadi perbincangan umum, pendidikan kaitannya dengan pengembangan sumber daya manusia sangatlah diperlukan bagi setiap individu, bahkan pendidikan telah menjadi semacam bahan pokok untuk meneruskan kehidupan, artinya individu akan merasa kurang atau merasa tak akan bisa hidup tanpa adanya pendidikan. Dari kenyataan ini, sudah sangat relevan apabila pemerintah menjunjung tinggi dan menomor satukan pendidikan, tentunya tanpa mengesampingkan kepentingan-kepantingan lain yang mengikuti dan menjadi penunjang pendidikan itu sendiri.



Dalam aplikasinya pendidikan terbagi dalam tiga lingkup yang kesemuanya itu mempunyai satu tujuan yaitu untuk dapat mempersiapkan individu menjadi individu yang layak berkembang dan dapat menjawab tantangan zaman. Pertama, pendidikan formal, dimana model pendidikan ini terkondisi dalam suatu lingkup tertentu yang secara teratur mengikuti dan menjadi perpanjangan tangan pemerintah dalam aplikasinya untuk menyampaikan materi-materi penunjang pendidikan, dengan mengikuti kurikulum dan standar kompetensi yang ditetapkan oleh pemerintah, yang termasuk dalam kategori ini adalah home schooling, full day, boarding house dan sekolah-sekolah formal lain. Kedua, pendidikan informal, pendidikan ini lebih mengacu kepada  apa yang disampaikan dan memiliki kebebasan dalam setiap realisasinya di bidang pendidikan, artinya konsep pendidikan ini walaupun pada dasarnya ternaungi oleh suatu lembaga tetapi model pendidikan ini tidak terpaku dengan apa yang ditetapkan oleh pemerintah, yang termasuk dalam pendidikan ini adalah les, bimbingan belajar, sekolah alam dan semacamnya.   
  

Kemudian, yang ketiga adalah pendidikan non-formal, pendidikan ini adalah pendidikan yang secara alami telah terealisasi dalam kehidupan, model pendidikan ini tidak terpaku pada prinsip-prinsip formalitas, seperti lembaga, kurikulum, pemerintahan dan sebagainya. Beberapa pendidikan yang terliput dalam model ini adalah suatu pembelajaran yang diberikan orang tua dan lingkungan, diskusi-diskusi mengalir dan sebagainya.

Dari kesekian model pendidikan, semuanya telah teraplikasi dengan baik di negara ini, tentunya dengan kekurangan dan kelbihannya masing-masing individu-individu yang menjalankan dan mencoba mengembangkan beberapa model pendidikan tersebut telah memberikan kontribusi yang tidak dapat dikatakan sedikit. Begitu juga kaitannya dengan pemerintah dalam memandang dan menjalankan fungsinya sebagai penggerak pendidikan yang sifatnya formal, pemerintah telah meberikan kontribusi yang secara umum telah dapat dirasakan kemanfaatannya, tetapi walaupun begitu tidak menutup kemungkinan terdapat beberapa keluputan yang dilakukan oleh pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dalam menjalankan amanahnya untuk mewujudkan pendidikan yang lebih baik dan memang layak disebut sebagai pendidikan bukan hanya sekolah belaka.

Kemungkinan-kemungkinan tersebut tentunya tidak hanya terbatas pada pemerintah saja, tetapi juga terkait dengan semua elemen yang bertugas dan berkewajiban menjalankan roda pendidikan di Indonesia, dari mulai guru hingga murid, bahkan sampai kepada orang tua dan masyarakat, karena pada dasarnya proses berjalannya pendidikan sangat erat kaitannya dengan fenomena-fenomena yang melingkupi dan beredar dalam masyarakat.

B.    PENDIDIKAN INDONESIA DAN FENOMENA YANG MELINGKUPINYA

Dahulu, ketika saya hidup dan sekolah di salah satu pesantren di Pati, saya setiap hari harus bangun jam 03.00 pagi untuk mengikuti berbagai kegiatan yang didakan oleh pesantren, setelah selesai mengikuti kegiatan saya harus berangkat sekolah jam 06.45 dengan mengikuti ketepatan waktu yang sangat ketat, di sekolah saya akan mendapatkan beberapa pelajaran yang lain dari biasanya, satu jam yang berlaku dalam jam kelas hanya 40 menit, maklum saja disekolah saya mempunyai seabrek mata pelajaran yang harus diberikan dalam satu minggu, pada tahun pertama di MA (setara dengan SMA sederajat) saya harus mencicipi 33 pelajaran yang berbeda dan itu hanya diberikan dalam rentan waktu dari jam 06.45 pagi - 12.00 siang setiap harinya, betapa mengerikannya kehidupan dan pendidikan di pesantren yang saya rasakan pada saat itu, karena jam belajar saya tidak hanya berhenti disitu saja tetapi kemudian, ketika saya pulang dari sekolah saya harus mengikuti pengajian kitab yang wajib di ikuti oleh setiap santri dan setelah selesai akan berlanjut pada belajar wajib yang menuntut semua santri untuk diam dan menyimak bukunya masing-masing, tanpa suara, tanpa diskusi, dan tanpa pergi ke kamar mandi, serta satu hal yang tak dapat saya terima, yaitu tanpa protes.

Dari fenomena diatas tentunya pembaca dapat membandingkan betapa jauhnya perbedaan sistem pendidikan yang direalisasikan di pesatren dengan apa yang telah pembaca dapatkan dalam pendidikan masing-masing. Namun, dari perbedaan yang pastinya sudah terlihat pastinya terdapat beberapa kesamaan-kesamaan yang tidak tertulis dalam cerita diatas, baik dari sistem pendidikan ataupun metode pengajaran yang diberikan oleh masing-masing sekolah.

Sekolah, yang selama ini kita ketahui sebagai lembaga pendidikan formal yang menjadi tolak ukur kesuksesan seseorang dalam dunia sosial ternyata tidak selamanya memberikan suatu hal yang dapat menjadikan siswa untuk berkembang dan mandiri dalam menghadapi kehidupannya, terlebih dalam mencetak siswa-siswa yang mempunyai pemikiran kritis terhadap suatu fenomena. Hal ini bukan disebabkan karena salahnya subjek pembelajaran, tetapi lebih kepada kesalahan dalam metode pembelajaran yang dipraktikkan oleh pengajar kepada para siswanya. Telah menjadi rahasia umum ketika siswa yang searusnya dijadikan sebagai partner dalam proses pendidikan sebaliknya malah dijadikan sebagai individu yang dianggap tak tahu apa-apa, dimana guru hanya menjadikan siswa sebagai objek untuk memperhatikan dan menghormatinya ketika guru sedang menerangkan di depan bukan sama-sama meleburkan diri untuk menjadi subjek yang saling melengkapi dan pro aktif dalam pembelajaran. Siswa hanya diberikan sedikit waktu untuk bertanya dan mendapatkan jawaban atas pertanyaannya, itupun didapatkan siswa ketika mereka telah mendapatkan perasaan jenuh terhadap suatu pembelajaran tertentu sehingga hal itu pun akan mempengaruhi siswa untuk berkontribusi dalam sedikit waktu yang diberikan oleh guru untuk bertanya tersebut.

Inilah yang kemudian menurut Paulo Freire dikatakan sebagai pembelajaran model bank, dimana individu dalam posisinya sebagai siswa ditempatkan sebagai barang mati tanpa pilihan kecuali menerima atau menjadi wadah dari sosialisasi teori iptek dan nilai yang diberikan dan ditumpahkan guru kepadanya, guru ditampilkan sebagai suatu prototipe manusia ideal yang sudah diletakkan sekolah seperti konsepsi sang penguasa dan seorang siswa harus meniru.  Dari sinilah kemudian timbul istilah pedagogi pendidikan dimana guru adalah pusat semua pengetahuan dan itu artinya secara tidak langsung telah menganggap bahwasanya siswa tidak mempunyai hak apapun untuk berkontribusi dalam pembelajaran kecuali hanya untuk menjadi pendengar dan penadah. Namun, meskipun menuai banyak protes dari berbagai kalangan yang kritis terhadap pendidikan model pembelajaran ini sampai sekarang kelihatannya masih menjadi metode pilihan di berbagai lembaga pendidikan.

Lembaga pendidikan seharusnya memberikan kelas yang menarik, yakni kelas yang dicontohkan oleh Ki Hajar Diwantoro dengan memposisikan guru bukan sebagai seseorang yang menggurui, tetapi memberikan kebebasan terhadap siswa untuk memilih apa yang ingin mereka pelajari tanpa adanya pengekangan dari pihak manapun dan guru hanya menempatkan diri sebagai fasilitator.

Pemerintah sebagai lembaga yang menjadi pusat monitor pendidikan tentunya tidak hanya berpangku tangan terhadap kenyataan yang terjadi dalam dunia pendidikan diatas, terbukti dengan di instruksikannya kewajiban untuk melengkapi administrasi bagi setiap guru yang telah mendapatkan sertifikasi. Kelengkapan administrasi tersebut meliputi berbagai macam laporan yang intinya adalah memuat proses dan metodologi pendidikan yang diberikan oleh seorang guru ketika mengajar, dimana guru dituntut untuk memberikan metode pembelajaran yang menarik dan melibatkan kontribusi aktif para siswanya, namun dalam realisasinya upaya pemerintah untuk menaikkan mutu pendidikan melaluisertifikasi tersebut tidak disambut dengan baik oleh beberapa ?oknum- guru di berbagai sekolah, kelengkapan administrasi tersebut hanya dijadikan sebagai alat untuk mencairkan dana sertifikasi, dan tentunya dapat dipastikan bahwasanya kelengkapan administras tersebut hanya dibuat menjelang diadakannya monitoring dari pihak pemerintah, sudah barang jadi apabila apa yang ada dalam laporan tersebut hanya sebatas teks dan pembodohan tanpa ada realisasi yang dilakukan pada siswanya. 

Pemerintah realisasinya dalam berkontribusi di bidang pendidikan selain melakukan monitoring terhadap guru-guru yang telah mendapatkan sertifikasi dengan sistem laporan administratif juga berkontribusi melalui penggelontoran dana yang khusus diberikan untuk  pengembangan masalah pendidikan di Indonesia, khususnya pendidikan formal melalui sekolah. Pemerintah, dalam hal ini adalah kementrian pendidikan telah mengalokasikan dana APBD sebesar 20% hanya untuk pembenahan dalam bidang pendidikan yang alokasinya telah diberikan secara merata ?katanya- kepada masing-masing lembaga pendidikan baik negeri maupun swasta, dengan prosentase masing-masing 50%. Dari kenyataan ini, sudah dilihat ketimpangannya dimana baik negeri maupun swasta mendapatkan prosentase yang sama dalam pembagian 20% dana APBD ini, padahal perbandingan jumlah sekolah swasta dan sekolah negeri sangatlah jauh yaitu 1:10, bahkan ketika menilik pada konteks perguruan tinggi perbandingan ini lebih tinggi lagi yakni lebih dari 1:50, sehingga ketika dana APBD ini dibagikan secara merata pada masing lembaga pendidikan akan sangat timpang dan yang terjadi kemudian tidak dapat disalahkan apabila sekolah swasta akan menaikkan harga jualnya meski dengan kualitas yang seadanya, padahal jika ditilik dari konteks dan kemampuan masyarakat yang notabene nya adalah masyarakat menengah kebawah, masyarakat tidak akan dapat menjangkau sekolah ini khususnya masyarakat pedesaan dengan kenyataan di wilayah pedesaan sangat minim sekolah negeri, akhirnya masyarakat miskin hanya mendapatkan sekolah swasta dengan kualitas seadanya tapi biaya yang tidak apa adanya.

Kemudian, lebih lanjut lagi ditemukan bahwasanya 20% dana APBD yang telah terbagi masing-masing 50% untuk sekolah swasta dan sekolah negeri, ternyata sebagian tidak meneyentuh pada pendidikan yang sifatnya agama dalam hal ini adalah sekolah berbasis pesantren, karena dipandang bahwasanya madrasah (basis pesantren) hanya memberikan pendidikan yang bersifat centralistik, yakni hanya mengajarkan sejauh pendidikan agama yang inti ajarannya sama. Dari sini, dapat dilihat bahwa pemerintah hanya mengakomodir pendidikan yang bersifat desentralis yang menekankan pada keragaman daerah di Indonesia. Kenyataannya hanya sebagian kecil pendidikan madrasah yang mampu mencicipi dana APBD ini, yaitu hanya untuk wilayah yang mempunyai basis agama kuat dan memang mendominasi, sehingga membuat kepala daerah berani menggelontorkan dana tersebut kepada pendidikan madrasah, ini disebabkan karena indonesia terdiri dari beragam agama yang tidak dapat didiskriminasikan satu sama lain. Dana bantuan yang diberikan kepada sekolah berbasis pesantren hanya berupa Bantuan Operasional Sekolah (BOS), tentunya bantuan ini tidak seberapa apabila dibandingkan dengan APBD yang diberikan kepada lembaga pendidikan lain, yang sebenarnya juga mendapatkan kucuran Bantuan Operasional Sekolah (BOS) juga.  

Kesangsian lain mengenai kredibilitas penguasa ?pemerintah- ketika mengurusi lembaga pendidikan adalah kenyataan bahwasanya penguasa dengan berbagai pemikiran dan kebijakan berbeda seringkali membuat sebagian besar penggiat pendidikan menjadi kebingungan, dengan kebijakan kurikulum yang setiap saat berubah seiring dengan berubahnya regulasi penguasa, tanpa diketahui keberhasilan apa yang telah diperoleh pada kurikulum sebelumnya. Terlebih pemerintah yang menginginkan pendidikan yang bersifat desentralis bertolak pada keragaman daerah ironisnya tidak melibatkan seluruh elemen masyarakat atau otoritas yang setidaknya dekat dengan masyarakat, dimana otoritas ini mempunyai pengalaman dan pengetahuan tersendiri dan tentunya lebih tahu mengenai keragaman daerahnya sendiri. 

Perlu disadari bahwasanya kenyataan yang membuat timpangnya pendidikan di Indonesia tidak hanya terjadi dalam wilayah pemerintah dan kinerja pendidik saja, tetapi juga merambah pada masyarakat luas yang menganggap bahwasanya pendidikan formal ?sekolah- hanya untuk syarat pemenuhan administrasi melamar kerja saja, sehingga ketika anggapan tersebut berlanjut pula pada pikiran anak-anak calon siswa hal ini juga akan berdampak pada kinerja siswa ini dalam kelasnya, dan yang terjadi kemudian lulusan dari produk-produk pendidikan ini nantinya tidak akan menjadi produk yang diharapkan bahkan tanpa kualitas apapun, selain hanya kualitas pekerja dan kuli saja. Lebih parah lagi ketika setelah itu masyakat menganggap bahwasanya pendidikan ?sekolah- adalah tidak penting dan berkata ?buat apa sekolah, toh sekolah aja lulusanya gitu-gitu aja kok kerjanya? yang dikarenakan terlihatnya produk pendidikan yang gagal di hadapan mereka. Sehingga, persepsi mengenai sekolah hanya untuk kerja harus di hapus dari diri seorang siswa yang akan menempuh pendidikan dan menggali instrumen-instrumen penting yang seharusnya dimiliki oleh siswa tersebut, yakni belajar untuk pelajarannya, bukan belajar untuk kerja.

Dunia ini benar-benar dipengaruhi dan terdiri dari kuantitas-kuantitas.  Sehingga seberapapun besar kesuksesan dan kepintaran seseorang tak akan berarti tanpa adanya laporan yang bersifat kuantitatif, ini yang menyebabkan individu akhirnya mencoba mengkuantitatifkan pengetahuan dan kepintarannya dalam angka didalam ijazah, walaupun kredibilitas seseorang tidak seberapa tetapi ketika angka menyebutkan bahwasanya ia termasuk kedalam rating tinggi maka ia akan dikatakan mampu dan kredibel. Pendidikan yang selama ini diartikan sebagai pembelajaran sepanjang rentan kehidupan yang tidak hanya bisa didapatkan dikelas, menjadi sedikit bergeser dengan kenyataan kuatifikasi ini, tanpa adanya kuantifikasi dalam bidang pendidikan sebenarnya individu dapat menjadi lebih berkembang dibanding ketika individu hanya terpaku pada suatu hal yang bersifat eksternal, dari beberapa pembagian pendidikan yang penulis singgung diatas tidak sepatutnya apabila pendidikan 9 tahun yang dicanangkan oleh pemerintah diartikan hanya sebatas pendidikan yang bersifat formal didalam kelas saja, tetapi lebih dari itu, pendidikan harusnya diartikan sebagai long life education yang dapat di peroleh dimana saja tidak hanya disekolah.

Fenomena diatas yang dipandang penulis sebagai persamaan dan perbedaan dari masing-masing lembaga pendidikan kemungkinan tidak terjadi di suatu lembaga tertentu, sehingga tidak berarti apa yang diuraikan penulis diatas dapat digeneralisasi kedalam semua lembaga pendidikan formal yang ada di Indonesia, namun menurut penulis hal ini dapat dijadikan sebagai representasi miniatur pendidikan yang telah berjalan di Indonesia. Inilah kemudian yang seharusnya menjadi pekerjaan rumah seluruh penggiat pendidikan untuk menjadikan pendidikan di Indonesia menjadi lebih baik, sehingga fenomena bahu-membahu upper up and buttom down demi perbaikan antara penguasa dan masyarakat dapat tercipta.  



reff : http://elzakomputer222.blogspot.com/2014/05/fenomena-pendidikan-di-indonesia.html

WIP | Feather Bed Quilt

Can I make a bold statement?  I don't think anyone has a mastery of colour and pattern, quite like Anna Maria Horner.  At least, not in the world of quilting textile design.  Sure, the likes of Carolyn Freidlander, and Alison Glass are right up there, but whether you're into florals or not, Anna Maria stands in a class of her own. 


Anna Maria Horner's Feather Bed Quilt has been on my quilty bucket list since I first laid eyes on it.  And now, several years later, I've finally started making it.  I'm not ordinarily one to work with a single Designer or collection in my projects, but for this one I wanted to stick strictly to Anna Maria's fabrics. Even though there are several different collections represented here, they all work beautifully together.

I'll confess, I was late to the AMH fangirl party, so my collection is still in it's infancy.  I've been gradually building my stash, and am finally feeling like I have a diverse enough collection for this quilt.        


I chose Kona Prussian for the background - I just adore the way the colours shine against this rich, blue backdrop.  The spine of the feathers is a super pale blue which reads as a white until you look closely.  

This is my first attempt at using templates, and I'm not going to lie, cursing was involved!  I don't think I've ever ripped so many seams in a single block before.  I was even tempted to bail, but the resulting feather block was so darn pretty, it was worth all the aggravation.  And I'm happy to let you know that the next few blocks came together much more smoothly!  I'm loving this quilt so far, and can't wait to have more to share!


I'm curious...who are your fabric design heroes, and what is it about their work that speaks to you?

I'm off to link up with Lee at Freshly Pieced for WIP Wednesday.  

Happy (almost) Thanksgiving, American friends!
--Liz
    

  




reff : http://lizzyclipsdesign.blogspot.com/2015/11/wip-feather-bed-quilt.html

PENGKAJIAN FISIK DAN DIAGNOSTIK KARDIOVASKULER



MAKALAH
Pengkajian Sistem Kardiovaskuler



Disusun oleh:








POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
PRODI DIII KEPERAWATAN PEKALONGAN
2014/2015
BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar belakang
Kardiovaskuler terdiri dari dua suku kata yaitu cardiac dan vaskuler. Cardiac yang berarti jantung dan vaskuler yang berarti pembuluh darah. Dalam hal ini mencakup sistem sirkulasi darah yang terdiri dari jantung  komponen darah dan pembuluh darah. Pusat peredaran darah atau sirkulasi darah ini berawal dijantung, yaitu sebuah pompa berotot yang berdenyut secara ritmis dan berulang 60-100x/menit. Setiap denyut menyebabkan darah mengalir dari jantung, ke seluruh tubuh dalam suatu jaringan tertutup yang terdiri atas arteri, arteriol, dan kapiler kemudian kembali ke jantung melalui venula dan vena.
Dalam melakukan pengkajian dengan baik, maka diperlukan pemahaman, latihan dan ketrampilan mengenal tanda dan gejala yang ditampilkan oleh pasien. Proses ini dilaksanakan melalui interaksi perawatan dari klien, observasi, dan pengukuran.Pemeriksaan dalam keperawatan menggunakan pendekatan yang sama dengan pengkajian fisik kedokteran, yaitu dengan pendekatan inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi.Pengkajian fisik kedokteran dilakukan untuk menegakkan diagnosis yang berupa kepastian tentang penyakit apa yang diderita klien.pengkajian fisik keperawatan pada prinsipnya dikembangkan berdasarkan model keperawatan yang lebih difokuskan pada respon yang ditimbulkan akibat masalah kesehatan yang dialami. Pengkajian fisik keperawatan harus mencerminkan diagnosa fisik yang secara umum perawat dapat membuat perencanaan tindakan untuk mengatasinya. Untuk mendapatkan data yang akurat sebelum pemeriksaan fisik dilakukan pengkajian riwayat kesehatan, riwayat psikososial, sosek, dll. Hal ini memungkinkan pengkajian yang fokus dan tidak menimbulkan bias dalam mengambil kesimpulan terhadap masalah yang ditemukan.

B.   Tujuan penulisan
Makalah ini di buat penulis dengan  tujuan agar mahasiswa, tenaga kesehatan atau tenaga medis dapat memahami berkaitan dengan anatomi dan fisiologi sistem kardiovaskuler.
C.   Manfaat penulisan
Makalah ini di buat oleh penulis agar meminimalisir kesalahan dalam tindakan praktik keperawatan yang di sebabkan oleh ketidakpahaman dalam anatomi fisiologi dalam sistem kardiovaskuler sehingga berpengaruh besar terhadap kehidupan klien.















BAB II
PEMBAHASAN

Anamnesa
Riwayat kesehatan sekarang
Dalam mengumpulkan data riwayat kesehatan,perawat harus berfokus pada faktor resiko dan setiap tanda dan gejala penyakit kardiovaskuler.Riwayat juga mencakup perilaku pasien yang menyokong atau menyatakan kesehatan sistem kardiovaskuler.
Faktor-faktor resiko utama yang dapat meningkatkan kemungkinan pasien mengalami penyakit kardiovaskuler yaitu,keturunan,jenis kelamin,suku,umur,hipertensi,merokok,hiperlipidemia,dan diabetes melitus.Faktor yang lain adalah kegemukan,kurang bergerak,stress,dan diet.Keadaan seperti hipertropi ventrikuler,kontrasepsi oral,encok dan kondisi lingkungan juga merupakan faktor resiko.
Tanda-tanda dan gejala utama penyakit jantung meliputi nyeri dada(chest pain),dispnea(napas pendek),dengan atau tanpa batuk,sinkope (pusing),edema,palpitasi(perasaan tentang denyut jantung seperti ditumbuk,cepat dan melompat),lemah/lelah,dan sianosis.
Pernyataan yang diajukan kesehatan melalui dengan pengumpulan data pola sehat sakit yang meliputi status kesehatan sekarang,status kesehatan dahulu,status kesehatan keluarga, dan pertimbangan perkembangan.
a.       Status kesehatan sekarang
-          Apakah pasien mengalami nyeri dada.
-          Napas sesak.
-          Pusing sewaktu merubah posisi.
-          Bengkak pada kaki.
-          Detak jantung yang cepat dan melompat.
-          Mudah lelah.
-          Obat-obatan yang diminum khususnya yang mempengaruhi kerja jantung(misalnya anti depresan,antineoplastik,antipsikotik).
-          Apakah luka pada kaki tidak sembuh(disebabkan oleh kemunduran sirkulasi ke ekstremitas bawah).

b.      Status kesehatan dahulu
-          Apakah pasien lahir dengan cacat jantung bawaan.
-          Apakah pernah menderita demam reumatik.
-          Murmur jantung.
-          Tekanan darah tinggi.
-          Tinggi kolesterol.
-          DM,nyeri dada,napas pendek,pingsan bengkak pada kaki,palpitasi,bingung,lelah dan reaksi alergi.
c.       Status kesehatan keluarga
-          Anggota keluarga yang menderita gangguan jantung.
-          Meninggal tiba-tiba tanpa diketahui penyebabnya.
-          Tekanan darah tinggi.
-          Tinggi kolesterol atau diabetes melitus.
d.      Pertimbangan perkembangan.
-          Apakah anak mengalami pertumbuhan lambat
-          Masalah koordinasi.
-          Nampak biru sewaktu menangis.
-          Sering istirahat sewaktu bermain.
-          Kesulitan sewaktu makan atau sering mengalami infeksi tenggorokan.
Pada wanita hamil anjurkan pertanyaan.
-     Apakah ia mengalami gagal jantung(murmur jantung).
-     Sering pusing sewaktu mengubah posisi.
-     Tekanan darah tinggi,dan bengkak pada kaki.
e.       Pola pemeliharaan kesehatan
-          Kebiasaan pribadi(merokok,minumam beralkohol).
-          Pola tidur dan terjaga(jumlah tidur dan kelelahan).
-          Mendengkur,bangun untuk kencing sewaktu tidur,napas pendek).
-          Pola aktifitas dan olahraga(rutinitas,rencana latihan,perubahan jadwal/kemampuan olahraga,ikut kegiatan olahraga rekreasi).
-          Pola nutrisi(jenis makanan diet khusus,makanan berlemak,peningkatan BB).
-          Pola pemecahan masalah dan stress(penyebab stress dan cara mengatasinya).
f.       Pola peran kekerabatan
-          Perasaan pasien tentang kesehatannya.
-          Apakah masalah kesehatan yang dialami merubah pola hidupnya.
-          Peran dan tugas dirumah dan hubungan intim antara suami istri.





Dilihat dari persepsi keperawatan,maka perawat harus mampu mengumpulkan data riwayat kesehatan,mengkaji sirkulasi,denyut nadi arteri dan tekanan darah.pengkajian yanag lebih mendalam yang langsung pada jantung antara lain bunyi jantung,tekanan vena jugularis,ukuran jantung dan tanda-tanda tertentu misalnya bising jantung memerlukan keterampilan khusus.
Denyut nadi arteri menggambarkan perubahan tekanan pada ventrikel kiri jantung yang dapat diketahui dengan meraba denyut nadi karotis,brakhial,radial,femoral,popliteal,posterior tibial,dan dorsalis pedis.Dalam mengkaji denyut nadi arteri,jelaskan menurut kualitas,kecepatan dam kekuatan amplitudonya.
Kecepatan denyut nadi secara normal tergantung pada usia seseorang yang secara praktis diuraikan pada label dibawah:
Usia
Kecepatan
Irama
amplitudonya
Dibawah 1 bulan
Dibawah 1 tahun
2 tahun
6 tahun
10 tahun
14 tahun
Di atas 14 tahun

90 s/d 170
80 s/d 160
80 s/d 120
75 s/d 115
70 s/d 110
65 s/d 100
60 s/d 100
Teratur
Kuat mudah dipalpasi

Rata-rata tekanan darah tergantung pada usia seperti diuraikan pada label dibawah:
Nilai rata-rata tekanan darah:
Usia
Nilai rata-rata
Di bawah 1 tahun
2 tahun
4 tahun
6 tahun
10 tahun
Remaja
Dewasa
63(flush technique)
96/30
98/60
105/60
112/64
120/75
130/80







Pengukuran tekanan vena dapat dilakukan dengan mudah.tekanan vena meninggi biasanya didapatkan pada pasien dengan kegagalan jantung kongestif,temponade jantung atau obstruksi vena kava superior.untuk mengukur tekanan vena ini maka pasien diatur duduk dengan sudut 450.Apabila vena jugularis tetap datar dan terlihat di atas klavikula berati normal,tetapi bila tekana vena jugularis terlihat sekitar 3,5 cm diatas sudut sternal(tempat klavikula kanan dan kiri bertemu),berati tekanan vena jugularis meninggi.
Dalam melakukan pemeriksaan,perawat harus mampu mengamati posisi jantung dibawah sternum dan tulang rusuk,serta mengetahui batas-batas jantung.pada orang dewasa,sebagian besar jantung terletak di samping kiri sternum,dan sebagian kecil berada di samping kanan sternum.dasar jantung terletak di bagia atas dan apek jantung dibagian bawah.apek ventrikel kiri menyentuh dinding anterior dada dan sejajar pada garis midklavikula dan pada/dekat dengan spasium interkostalis ke-7.Titik dimana apek menyentuh dinding anterior dada dikenal sebagai Titik Implus Maksimal.
























Pemeriksaan fisik
1.      Inspeksi dan palpasi
Palpasi dilakukan secara sistematis mengikuti struktur anatomi jantung mulai dari area aorta,area pulmonal,area trikuspidalis,area apikal dan area epigastrik.Hasil palpasi dijelaskan mengenai lokasi yaitu pada spasi interkostale ke berapaa,jarak dari garis midsternal,midklavikula,dan garis aksilaris.
Cara kerja:
?         Bantu pasien mengatur posisi supinasi dan perawat pemeriksa berdiri di sisi kanan pasien.
?         Tentukan lokasi sudut Louis dengan palpasi.sudut ini terlelak diantara manubrium dan badan sternum.Ini akan terasa seperti bagian dari sternum.
?         Pindah jari-jari kebawah ke arah tiap sisi sudut sehingga akan teraba spasium interkostalis ke-2.Area aorta terletak di spasium interkostalis ke-2 kanan dan area pulmonal terletak pada spasium interkostale ke-2 kiri.
?         Inspeksi kemudian palpasi area aorta dan area pulmonal untuk mengetahui ada atau tidak adanya pulpasi.
?         Dari area pulmonal pindahkan jari-jari anda ke bawah sepanjang tiga spasi interkostale kiri menghadap ke sternum. Amati terhadap ada atau tidaknya pulsasi
?         Dari area trikuspidalis, pindah tangan anda secara lateral 5-7 cm ke garis midclavikularis kiri dimana akan ditemukan area apikal atau PMI (Point of Maximal Impulse)
?         Inspeksi dan palpasi pulsasi pada area apikal. Sekitar 50% orang dewasa akan memperlihatkan pulsasi apikal. Ukuran jantung dapat diketahui dengan mengamati lokasi pulsasi apikal. Apabila jantung membesar maka pulsasi ini bergeser secar lateral ke garis midklavikula.
?         Untuk mengetahui pulsasi aorta, lakukan inspeksi dan palpasi pada area epigastrik di dasar sternum
2.      Perkusi
Perkusi jantung dilakukan untuk mengetahui ukuran dan bentuk jantung secara kasar. Perkusi dilakukan dengan meletakkan jari tengah tangan kiri sebagai plesimeter atau landasan rapat-rapat pada dinding dada perkusi dapat dilakukan dari semua arah menuju letak jantung. Untuk menentukan batas sisi kanan dan kiri, perkusi dikerjakan dari arah samping ke tengah dada. Batas atas jantung dapat diketahui dengan perkusi dari atas ke bawah.
Batas kiri umumnya tidak lebih dari 4,7 dan 10 cm ke arah kiri dari garis midsternal pada spasium intercostalis ke 4,5 dan 8. Perkusi dapat pula dilakukan dari arah sternum keluar dengan jari yang stasioner secara paralel pada spasium intercostalis sampai suara redup tidak terdengar. Ukurlah jarak garis midsternal dan tentukan dalam centimeter.
3.      Auskultasi
Bunyi ini dihasilkan oleh penutupan katup-katup jantung. Bunyi jantung pertama (S1) timbul akibat penutupan katup mitralis dan trikuspidalis. Bunyi jantung kedua (S2) timbul akibat penutupan katup aorta dan katup pulmonalis. Biasanya S1 terdengar lebih keras dari pada S2, namun nada S1 lebih rendah sedangkan pada S2 lebih tinggi. S1 dideskripsikan sebagai bunyi ?lub? dan S2 sebagai ?dup?. Jarak kedua bunyi adalah satu detik atau kurang.
Bunyi jantung kadang-kadang sulit di dengar karena dinding thorak terlalu tebal, jarak rongga anteroposterior terlalu besar atau karena kondisi-kondisi patologis tertentu. S1 terdengar lebih keras pada keadaan takikardia misalnya setelah olahraga, pada saat emosi, demam, anemia. S2 juga dapat terdengar lebih keras misalnya pada penderita hipertensi.
Periode yang berkaitan dengan bunyi jantung S1dan S2 adalah periode sistole dan periode diastole. Periode sistole adalah periode saat ventrikel berkontraksi, yang dimulai dari bunyi jantung pertama sampai bunyi jantung kedua. Diastole merupakan periode saat ventrikel relaksasi yang dimulai dari bunyi jantung kedua dan berakhir pada saat atau mendekati bunyi jantug pertama. Sistole biasanya lebih pendek dari diastole.
Secara normal tidak ada bunyi lain yang terdengar selama periode-periode di atas, tetapi pemeriksa yang sudah berpengalaman dapat mendengar berbagai bunyi tambahan (S3 dan S4) selama periode diastole. S3 dan S4 dapat didengar lebih jelas pada area apikal dengan menggunakan bagian sungkup (bell) stetoskop. S3 timbul pada awal diastole yang terdengar seperti ?lub-dub-ee?. S3 normal terdengar pada anak-anak dan dewasa muda. Bila didapatkan pada orang dewasa maka dapat pertanda adanya kegagalan jantung. S4 jarang terdengar pada orang normal. Bila ada, ini terdengar saat mendekati akhir diastole sebelum bunyi jantung pertama, S1 dan dinyatakan kira-kira seperti?dee-lub-dub?(S4, S1, S2). S4 dapat sebagai tanda adanya hipertensi.
Auskultasi harus dilakukan pada area auskultasi utama dengan menggunakan stetoskop bagian diafragma kemudian dengan bagian bell (sungkup). Gunakan tekanan yang lembut sewaktu menggunakan bagian bell.
Lima area utama yang di gunakan untuk mendengarkan bunyi jantung adalah : katup aorta, pulmonalis, triskupid, apikal dan epigastrik. Cara kerja auskultasi bunyi jantung adalah sebagai berikut :
1.      Kaji ritme dan kecepatan jantung secara umum, perhatikan dan tentukan area auskultasi.
2.      Anjurkan pasien untuk pasien untuk bernafas secara normal dan kemudian tahan napas saat ekspirasi. Dengarkan S1 sambil melakukan palpasi nadi karotis. Bunyi S1 seirama dengan saat nadi karotis berdenyut. Perhatikan intensitas, adanya kelainan/ variasi, pengaruh respirasi, dan adanya spliting S1 (bunyi S1 ganda yang terjadi dalam waktu yang sangat berhimpitan).
3.      Konsentrasikan pada sistole, dengarkan secara seksama untuk mengetahui adanya bunyi tambahan atau murmur S1 pada awal sistole.
4.      Konsentrasikan pada sistole yang merupakan inteval yang lebih panjang daripada sistole, perhatikan secara seksama untuk mengetahui adanya bunyi tambahan atau murmur (Durasi sistole)
5.      Anjurkan pasien bernafas secara normal, dengarkan S2 secara seksama untuk mengetahui apakah ada spliting S2 saat inpirasi.
6.      Anjurkan pasien untuk menghembuskan dan menahan napas kemudian menghirup/inhalasi dan menahan. Dengarkan S2 untuk mengetahui apakah S2 menjadi bunyi tunggal.




























Pemeriksaan Penunjang     
 Pemeriksaan Penunjang :
a.       Elektrokardiogram (ECG atau EKG)
Alat diagnostik yang secara rutin digunakan untuk menilai fungsi listrik dan otot jantung.
b.      Echocardiography (ECHO)
Memberikan gambaran struktural anatomi jantung dan pembuluh darah besar, berperan dalam diagnosa berbagai kelainan jantung. Mendeteksi struktur anatomi katup-katup jantung (kekakuan, pembukaan / penutupan, tebalnya, geraknya, perlekatan ). Mengetahui ukuran ruang - ruang jantung. Menilai kemampuan gerak otot -otot dinding jantung akibat penyempitan pembuluh koroner. Menilai fungsi pompa dan pengembangan jantung. Melihat massa tumor seperti trombus, vegetasi atau adanya cairan di selaput jantung.
c.       CT Scan
Tomografi Jantung Terkomputerisasi (CT) scan adalah tes non-invasif yang memeriksa arteri jantung, pembuluh darah yang memasok darah beroksigen ke dinding jantung. Plak adalah kumpulan lemak dan substansi lainnya termasuk kalsium, yang dapat mempersempit  arteri atau bahkan menutup aliran darah ke jantung dari wktu ke waktu. Ini mungkin mengakibatkan nyeri dada atau serangan jantung. CT jantung adalah scan relative tidak nyeri yang memungkinkan dokter untuk mendapatkan informasi tentang lokasi dan jangkauan kalsifikasi plak pada arteri jantung dengan tingkat akurasi lebih tinggi.
d.      MRA (Magnetic Resonance Angiogram)
Teknik berdasarkan pada pencitraan resonansi magnetic ( MRI ) untuk pembuluh darah.






reff : http://nissa-uchil.blogspot.com/2014/11/pengkajian-fisik-dan-diagnostik.html