Minggu, 13 Desember 2015

DAN SI BRUTUS PUN PANIK ...


Kawan, di negeri yang pernah mirip Uttara Kuru (namun sekarang ?musim kemarau api, musim penghujan banjir?) dalam Kitab Ramayana, ada seorang berjiwa Brutus yang mengangkangi kekuasaan yang katanya dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.


Tahukah kau si Brutus bedebah ini sama dengan Manipulator Agung? Dia bukan hanya menikam Caesar, tapi juga menikam rakyat dengan kepiawaian trik yang dibikin bersama think tank-nya.

Kawan, dulu negeri ini pernah dicengkeram oleh seorang warlord yang menjadi raja lewat fitnah keji dan pembantaian jutaan rakyat pendamba ?sama rata sama rasa?. Ya, warlord itu berdarah dingin di balik senyumnya yang tersungging lebar. Akhirnya dia terjungkal di hadapan kaum muda tanpa sebutir peluru pun bersarang di kepalanya yang sarat dengan rekayasa (rekayasa yang menghantarnya selalu duduk di tampuk kekuasaan dari pesta demokrasi ke pesta demokrasi yang tak beda dengan pementasan sandiwara). Tapi sang warlord yang pernah dipuja sebagai the father of development sekarang sudah berjumpa dengan Munkar-Nakir, yang menyambutnya untuk siksa kubur nan mahapedih.

Brutus itu pernah jadi anak buah sang warlord. Bapak permaisuri si brutus juga seorang warlord, yang pernah dengan bangga mengaku telah membantai 3 juta anak bangsa pendamba ?sama rata sama rasa?. Brutus sendiri juga pernah jadi warlord. Tapi dulu, sebelum ia malih rupa menjadi reformis tetiron penyandang gelar stratum tiga.

Dari para warlords itu Brutus mewarisi kelicikan dan kekejaman. Tapi beda dengan para warlords, Brutus narsis pula pengecut. Tapi mungkin dari situ berkembanglah "kualitas"-nya yang lebih unggul daripada si semar mesem. Kerap ia tampil di muka kita sebagai yang terzalimi. Selalu ia tampil santun bercitra penjunjung konstitusi dan penghormat hukum. Sementara itu dosa-dosanya semakin bertambah-tambah.

Tapi, Kawan, belakangan ini Brutus sedang pusing. Benar-benar tujuh keliling. Sejak ditakhtakan kembali melalui kemenangan jual-beli suara yang terkesan elegan, pelan-pelan kebusukannya terbongkar. Dari perseteruan dua binatang melata berbeda kasta (yang satu di dinding diam-diam merayap, yang satunya lagi musuh tradisional kancil dalam dongeng masa kecil kita), juga skandal bank Abad (belum lagi yang lain-lain yang membuat Pak Kumis yang nampak sangar dan memenjarakan besannya menjadi terdakwa sebagai otak pembunuhan seorang direktur BUMN yang doyan poligami).

O, Kawan, anak buah Brutus sibuk betul membelanya (mungkin tanpa curiga bahwa bila perlu Brutus siap mengorbankan mereka). Termasuk saat buku yang membeberkan oligarki Brutus membikin geger masyarakat. Saking bersemangatnya, seorang menko ekonomi sampai bilang bahwa isi buku itu fitnah meski ia mengaku belum pernah membaca buku itu (sekarang menteri ini sedang kongres bersama parpolnya guna menjadi ketua umum yang katanya akan bikin partai itu insya allah memenangkan 20 persen suara parlemen dalam jual-beli suara 2014 kelak). Juga Poltak si pokrol bambu, yang senang bikin gaduh sidang panitija chusus di mana para anggota parlemen menginterogasi pihak-pihak yang diduga terkait dengan skandal bank Abad. Sedemikian heroiknya Poltak si raja minyak, sampai bersumpah potong kuping, bahkan menghadirkan kodok dan (maaf) bangsat di sidang panitija chusus yang konon dihadiri oleh orang-orang yang terhormat.

Belakangan, Kawan, Boss Brutus bikin manuver. Sebutlah tiga (di antara yang lain-lainnya). Pertama, Brutus minta seorang pembantunya bikin aturan untuk membuat Cicak tak bisa merayap di dinding untuk menyadap obrolan kotor para koruptor. Pembantunya yang terkenal soleh dan moralis itu, entah mengapa dan dengan tujuan apa, nurut-nurut aja.

Kedua, Brutus ingin mengevaluasi koalisi dan termasuk komposisi dewan menteri ? Brutus khawatir, takut di-Brutus-i. Ancaman halus si Brutus pun disebarkan.

Ketiga, Brutus minta kepada parlemen agar menerima RUU Perpu No 4 tentang JPSK ? agar bail out haram sebesar anem koma toedjoe triljun kepeng ada payung hukumnya. Kontan Mas Priyo yang bukan Binuko, wakil ketua parlemen negeri yang dulu seperti Uttara Kuru itu bereaksi: "Kalau begitu, bubarkan saja panitija chusus kasus Abad Gate!" Betapa tidak! Bila pemberian uang haram itu beroleh payung hukum, buat apa ada panitija chusus ?!

Wahai Rakyat, Brutus yang "Santun" semakin panik. Berbagai cara "yang legal" di permukaan dan "yang ilegal" di balik permukaan ditempuh. Dulu negeri ini mempunyai seorang warlord berdarah dingin yang selalu tampil dengan senyum tersungging. Sekarang bercokollah seorang Brutus yang tampil narsis dengan kedok pencitraan untuk mengelabui mata seluruh rakyat.

Wahai Rakyat Indonesia, kekuasaan itu dari kita, oleh kita, dan untuk kita. Jangan biarkan Brutus mengangkangi dengan segala tipu-dayanya. Ambil kembali kekuasaan itu. Mari kita kelola secara sosio-demokratik ? agar negeri ini jangan lagi menjadi negerinya para bedebah.

Wahai para anggota DPR, kepada siapakah kalian menghamba? Kepada rakyat? Atau kepada Brutus yang sedang terus memperbesar dosanya dengan rekayasa demi rekayasa?

Wahai Rakyat, hari-hari si Brutus sudah dapat dihitung. Maukah kita mengakhirinya? El pueblo unido, jamás será vencido. *** (Rudolfus Antonius_080110)






reff : http://riro-theologiapublica.blogspot.com/2010/01/dan-si-brutus-pun-panik.html

Kisah Semalam




Yang ditunggu belum juga datang. Tapi masih digenggamnya
surat terakhir yang sudah dibaca berulang. ?Aku pasti pulang
pada suatu akhir petang. Tentu dengan bunga plastik
yang kauberikan saat kau mengusirku sambil menggebrak pintu:
?Minggat saja kau, bajingan. Aku akan selamanya di sini,
di rumah yang terpencil di sudut kenangan.??

Belum sudah ia bereskan resahnya. Tapi malam buru-buru
mengingatkan: ?Kau sudah telanjang, kok belum juga mandi
dan berdandan.? Maka ia pun lekas berdiri dan dengan berani
melangkah ke kamar mandi. ?Aku mau bersih-bersih dulu.
Aku mau berendam semalaman, menyingkirkan segala
yang berantakan dan berdebu di molek tubuhku.?

Dan suntuklah ia bekerja, membangun kembali keindahan
yang dikira bakal cepat sirna:
kota tua yang porak poranda pada wajah
yang mulai kumal dan kusam;
langit kusut pada mata yang memancarkan
cahaya redup kunang-kunang;
hutan pinus yang meranggas pada rambut
yang mulai pudar hitamnya;
padang rumput kering pada ketiak
yang kacau baunya;
bukit-bukit keriput pada payudara yang sedang
susut kenyalnya;
pegunungan tandus pada pinggul dan pantat
yang mulai lunglai goyangnya;
dan lembah duka yang menganga antara perut dan paha.

Benar-benar pemberani. Tak gentar ia pada sepi
dan gerombolannya yang mengancam lewat lolong anjing
di bawah hujan. Ada suara memanggil pelan.
Ada cermin besar hendak merebut sisa-sisa kecantikan.
Ada juga yang mengintip diam-diam sambil terkagum-kagum:
?Wow, gadisku yang rupawan tambah montok dan menawan.
Aku ingin mengajaknya lelap dalam hangat pertemuan.?

?Ah, dasar bajingan. Kau cuma ingin mencuri kecantikanku.
Kau memang selalu datang dan pergi tanpa setahuku.
Masuklah kalau berani. Pintunya sengaja tak aku kunci.?

Tak ada sahutan. Cuma ada yang cekikikan
dan terbirit-birit pergi seperti takut segera ketahuan.

?Baiklah, kalau begitu, permisi. Permisi cermin.
Permisi kamar mandi. Permisi gunting, sisir, bedak, lipstik,
minyak wangi dan kawan-kawan. Aku sekarang mau tidur, ngorok.
Aku mau terbang tinggi, menggelepar, dalam jaring melankoli.?

Sesudah itu ia sering mangkal di kuburan,
menunggu kekasihnya datang. Tentu dengan setangkai
kembang plastik yang dulu ia berikan.


Oleh :
Joko Pinurbo




reff : http://kumpulanpuisidwiki.blogspot.com/2015/10/kisah-semalam.html