Tim Liputan PAsia TV meluncur ke rumah Yudis. Suami, anak dan anggota keluarga lainnya, akan mengadakan do?a bersama, untuk keselamatan Yudis. Yudis Herawati, seorang produser program berita televisi swasta, Pelita Asia TV, sudah 5 hari dikabarkan hilang, setelah pesawat CN 235 yang ditumpanginya hilang kontak, dalam perjalanan ke Nias Sumatera Utara.
Kile memejamkan matanya. Alunan musik Dangdut menggelitik telinganya. Sesekali ia melirik ke arah supir. Berharap, Tikno, supir mobil liputan, sadar bahwa saluran radio dangdut kesayangannya itu, bukan saluran radio pilihan 2 orang lain di mobil itu.
Sementara Tikno, tidak seperti biasa, hanya terdiam tanpa ikut melantunkan lagu dangdut yang menggema dari speaker, di samping kanan kiri, dashboard mobil. Pikirannya seperti melayang jauh.
?Mas, ganti radio yah??, Tanya Kile.
?Ganti ajah?, kata Tino singkat. Kile tersenyum tipis, dan mengarahkan tangannya ke tombol pengganti saluran radio. Namun, tangannya tertahan. Kile merasakan tangan Kurtis, di lengannya. Kurtis ? juru kamera yang ditugaskan bersama Kile, hanya bergumam, sambli tanpa henti mengunyah permen karetnya, dan memasukkan kaset miliknya ke tape mobil.
Teriakan vokalis ?The Admirers?, ganti menggema di ruang bagian dalam mobil. Kile dan Tikno mengernyitkan dahi dan memalingkan wajah mereka secara bersamaan ke arah Kurtis yang merebahkan tubuhnya ke jok belakang, sambil menganggukkan kepalanya, mengikuti irama musik Punk kesukaannya.
Lampu merah berganti hijau. Mereka pun kembali meluncur ke arah kawasan Cinere, Depok.
Tidak lama, mereka telah sampai di depan gapura bertuliskan ?Selamat Datang di Kota Depok?.
Jantung Kile berdebar kencang. Satu hal yang paling dihndari seorang reporter seperti Kile, adalah kemungkinan meliput keluarga sendiri. Terutama yang berkaitan dengan berita duka. Suasana kerja di sebuah news room PAsia TV, meski sangat kompetitif juga sangat kekeluargaan. Yudis, adalah Istri dari kakak kandungnya.
Kile kembali memejamkan matanya. Tangan kananya merogoh saku bajunya, dan mengeluarkan sebungkus rokok. Tidak lama, sebatang rokok, telah menyala di bibirnya.
Wajah Yudis, menghantui pikirannya. Seperti halnya, 5 tahun belakangan ini. Refleks, ia mengambil hand phone untuk melihat foto istri dan kedua anaknya. Matanya menatap foto di display hp, namun wajah Yudis, bertengger di pelupuk mata. Kile mengeryitkan dahi dan memijat pangkal hidungnya. Dalam hati ia pn bergumam, ?Bagaimana seseorang bisa begitu mencintai seseorang tanpa tahu kenapa??.
Laju mobil terhambat, karena jalan menuju rumah Yudis, dipenuhi mobil yang parkir di pinggir jalan. Kile menghembuskan napas, dan menoleh ke arah tikno. ?Turunin kita di depan rumah aja bos. Nanti gua telepon, oke??
?Iyah. Tripod gimana??, tanya tikno. ?Nanti gua bawa. Buka bagasi dong.?, jawab Kile.
?Kasih tau siapa-siapanya yah.?, kata kurtis sembari membuka pintu mobil. Kile hanya mengangguk. Siapa yang paling bersedih atas kejadian ini, itulah yang kita sorot. Drama. Itulah yang dicari pemirsa.
Leher Kile seperti tercekat, ketika sampai di depan pintu pagar rumah Yudis. Untuk sesaat, ia menjadi sulit bernafas. Ia menggelengkan kepalanya, berusaha menghapus amarah dan duka. Siapa yang paling bersedih?
Dhika, kakak kandung Kile, terlihat sedang bersila, di tengah ruangan, bersama anggota keluarga lainnya. Ketika Kile memasuki ruangan, mata Dhika dan Kile beradu. Kile mengangguk. Dhika mengangguk balik. Senyum tipis terlihat di mulutnya. Kile langsung mengarahkan Kurtis utuk mengambil gambar suami Yudis.
?Fotonya Yudis ada gak??, tanya Kurtis. Kile melayangkan pandangan ke seputar ruangan. Sebuah foto Yudis terpampang tidak jaug dari lemari, di atas sebuah meja hiasan panjang. Kile hanya terdiam, dan melangkah ke arah foto itu. Kurtis berbisik memanggil Kile, merasa tidak digubris.
Kile berdiri di depan foto Yudis. Rambutnya yang hitam sebahu, sedikit menutupi dahinya. Matanya yang kuat berkarakter, menatap balik Kile. Air mata menetes di pipi. Siapa yang paling bersedih?
reff : http://jurnaltusir.blogspot.com/2005/04/tusir-bab-1-siapa_29.html
Kile memejamkan matanya. Alunan musik Dangdut menggelitik telinganya. Sesekali ia melirik ke arah supir. Berharap, Tikno, supir mobil liputan, sadar bahwa saluran radio dangdut kesayangannya itu, bukan saluran radio pilihan 2 orang lain di mobil itu.
Sementara Tikno, tidak seperti biasa, hanya terdiam tanpa ikut melantunkan lagu dangdut yang menggema dari speaker, di samping kanan kiri, dashboard mobil. Pikirannya seperti melayang jauh.
?Mas, ganti radio yah??, Tanya Kile.
?Ganti ajah?, kata Tino singkat. Kile tersenyum tipis, dan mengarahkan tangannya ke tombol pengganti saluran radio. Namun, tangannya tertahan. Kile merasakan tangan Kurtis, di lengannya. Kurtis ? juru kamera yang ditugaskan bersama Kile, hanya bergumam, sambli tanpa henti mengunyah permen karetnya, dan memasukkan kaset miliknya ke tape mobil.
Teriakan vokalis ?The Admirers?, ganti menggema di ruang bagian dalam mobil. Kile dan Tikno mengernyitkan dahi dan memalingkan wajah mereka secara bersamaan ke arah Kurtis yang merebahkan tubuhnya ke jok belakang, sambil menganggukkan kepalanya, mengikuti irama musik Punk kesukaannya.
Lampu merah berganti hijau. Mereka pun kembali meluncur ke arah kawasan Cinere, Depok.
Tidak lama, mereka telah sampai di depan gapura bertuliskan ?Selamat Datang di Kota Depok?.
Jantung Kile berdebar kencang. Satu hal yang paling dihndari seorang reporter seperti Kile, adalah kemungkinan meliput keluarga sendiri. Terutama yang berkaitan dengan berita duka. Suasana kerja di sebuah news room PAsia TV, meski sangat kompetitif juga sangat kekeluargaan. Yudis, adalah Istri dari kakak kandungnya.
Kile kembali memejamkan matanya. Tangan kananya merogoh saku bajunya, dan mengeluarkan sebungkus rokok. Tidak lama, sebatang rokok, telah menyala di bibirnya.
Wajah Yudis, menghantui pikirannya. Seperti halnya, 5 tahun belakangan ini. Refleks, ia mengambil hand phone untuk melihat foto istri dan kedua anaknya. Matanya menatap foto di display hp, namun wajah Yudis, bertengger di pelupuk mata. Kile mengeryitkan dahi dan memijat pangkal hidungnya. Dalam hati ia pn bergumam, ?Bagaimana seseorang bisa begitu mencintai seseorang tanpa tahu kenapa??.
Laju mobil terhambat, karena jalan menuju rumah Yudis, dipenuhi mobil yang parkir di pinggir jalan. Kile menghembuskan napas, dan menoleh ke arah tikno. ?Turunin kita di depan rumah aja bos. Nanti gua telepon, oke??
?Iyah. Tripod gimana??, tanya tikno. ?Nanti gua bawa. Buka bagasi dong.?, jawab Kile.
?Kasih tau siapa-siapanya yah.?, kata kurtis sembari membuka pintu mobil. Kile hanya mengangguk. Siapa yang paling bersedih atas kejadian ini, itulah yang kita sorot. Drama. Itulah yang dicari pemirsa.
Leher Kile seperti tercekat, ketika sampai di depan pintu pagar rumah Yudis. Untuk sesaat, ia menjadi sulit bernafas. Ia menggelengkan kepalanya, berusaha menghapus amarah dan duka. Siapa yang paling bersedih?
Dhika, kakak kandung Kile, terlihat sedang bersila, di tengah ruangan, bersama anggota keluarga lainnya. Ketika Kile memasuki ruangan, mata Dhika dan Kile beradu. Kile mengangguk. Dhika mengangguk balik. Senyum tipis terlihat di mulutnya. Kile langsung mengarahkan Kurtis utuk mengambil gambar suami Yudis.
?Fotonya Yudis ada gak??, tanya Kurtis. Kile melayangkan pandangan ke seputar ruangan. Sebuah foto Yudis terpampang tidak jaug dari lemari, di atas sebuah meja hiasan panjang. Kile hanya terdiam, dan melangkah ke arah foto itu. Kurtis berbisik memanggil Kile, merasa tidak digubris.
Kile berdiri di depan foto Yudis. Rambutnya yang hitam sebahu, sedikit menutupi dahinya. Matanya yang kuat berkarakter, menatap balik Kile. Air mata menetes di pipi. Siapa yang paling bersedih?
reff : http://jurnaltusir.blogspot.com/2005/04/tusir-bab-1-siapa_29.html
0 comments:
Posting Komentar